.

Selamat Datang Di Blog Vihara Budi Dharma Purwakarta. Alamat: Jalan Jend.Sudirman No 181 Purwakarta 41115. e-mail: pmvbudidharma@yahoo.com

Jumat, 11 April 2014

Dasikin Gantikan Joko Wuryanto Sebagai Dirjen Bimas Buddha Kementerian Agama



Direktorat Jenderal Bimas Buddha Kementerian Agama RI memiliki pemimpin baru setelah Dasikin dilantik menjadi Direktur Jenderal (Dirjen) baru menggantikan Joko Wuryanto. Dasikin dilantik oleh Menteri Agama Suryadharma Ali beserta Sekjen Kemenag, Dirjen Bimas Kristen, dan Dirjen Bimas Katolik yang baru di kantor Kementerian Agama RI pada Jumat (11/4/2014).
Dasikin sebelumnya adalah Sekretaris Ditjen Bimas Buddha. Sedangkan posisi baru Joko Wuryanto belum diketahui. Dasikin adalah Dirjen Bimas Buddha ketiga setelah Budi Setiawan dan Joko Wuryanto.
Dasikin lahir di Kebumen, Jawa Tengah, 49 tahun lalu. Ia memulai karirnya sebagai guru selepas lulus dari IKIP Yogyakarta sebelum akhirnya meniti karir di lingkungan Kementerian Agama sejak tahun 1992. Ia pernah menjadi Pembimas Buddha di Kalimantan Timur dan DKI Jakarta.
Dasikin sangat kaget ditunjuk sebagai Dirjen baru karena penunjukannya sangat mendadak. Ia dikabari pada Kamis pagi, dan Jumat pagi ini langsung dilantik.
“Rasanya berterima kasih dan berat, tapi merasa tertantang dan yakin karena dari semua komponen, baik internal maupun eksternal,” kesan Dasikin menerima tanggung jawab barunya tersebut. Ia menyebut, “Anak buah saya memang mengharapkan diri saya. Begitu juga komponen eksternal, yaitu para bhikkhu, majelis, pemuda, dan lain sebagainya menaruh harapan besar pada saya. Jika kedua komponen ini bisa bekerjasama, bersinergi dan berkomunikasi, hal ini bisa kita jalankan dengan baik.”
Apa program kerja yang akan dijalankan oleh Dirjen yang baru? Dasikin menyebut ada dua program utama. “Yang pertama, saya kepengin setiap umat Buddha sesuai majelisnya memiliki tuntunan kebaktian. Yang kedua, saya kepengin adanya kitab suci Tripitaka dalam bahasa Indonesia yang utuh. Nanti kita kerja sama dengan para penterjemah, para ahli agama untuk membentuk Lembaga Kitab Suci Agama Buddha Indonesia,” jelas Dasikin.
Dasikin juga menekankan pentingnya pendidikan Buddhis, “Bagaimana agar anak didik kita mendapatkan pelajaran Agama Buddha baik di sekolah maupun sekolah minggu, dan mereka bisa memahami dengan benar.”
Namun karena pendidikan adalah wewenang Kementerian Pendidikan, Bimas Buddha tidak bisa terlibat langsung dalam wilayah pendidikan. Ia berujar, “Karena mereka yayasan umum yang pengelolanya agama Buddha, sebagai pembina, kami akan mengajak pengelolanya, gurunya, kepala sekolahnya, dan semuanya agar bagaimana meningkatkan agama, budi pekerti, dan keseharian murid-murid agar perilaku mereka bernafaskan Buddhis.”
Tanggung jawab berat kini dipikul Dasikin untuk membuat kinerja Ditjen Bimas Buddha menjadi lebih baik, terlebih setelah mendapat sorotan tajam akibat dugaan korupsi yang kini telah masuk tahap penyidikan Kejaksaan Agung.

Tanya Ajahn Brahm : Tentang Keluarga


Pada 17 Juni 2013 lalu, Ajahn Brahm kembali hadir di Indonesia secara khusus untuk menjawab berbagai pertanyaan yang diajukan kepadanya.
Dalam acara yang berjudul “Ask Ajahn”, ia menjawab sejumlah pertanyaan yang dikumpulkan dari Facebook, Twitter, milis, dan diskusi. Acara tersebut diselenggarakan oleh Buddhist Fellowship Indonesia (BFI) di Prasadha Jinarakkhita, Jakarta, dengan moderator Ponijan Liaw dan penerjemah Hendra Lim.
Jawaban Ajahn Brahm kami rangkum menjadi beberapa bagian. Silahkan disimak.

Mana yang lebih penting, pasangan atau orangtua kita, dimana kadang kita terjepit di antara mereka?
Setiap saya memberkati pernikahan, saya selalu bilang kepada mempelai pria untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun juga tidak memikirkan istri. Begitu juga kepada mempelai wanita, saya selalu berpesan untuk tidak hanya memikirkan diri sendiri, namun juga tidak memikirkan suami.
Karena ketika menikah, Anda jangan memikirkan diri Anda atau pasangan Anda, tetapi pikirkanlah diri Anda berdua.
Dalam keluarga, bukan pasangan atau orangtua kita yang lebih penting, keluarga Anda sendiri yang lebih penting. Mencoba menggabungkan semua orang dalam hidup kita, itulah yang paling penting dalam hidup kita.
Karena jika Anda lebih mementingkan istri, orangtua Anda akan komplain. Sebaliknya jika Anda lebih mementingkan orangtua, istri Anda akan komplain. Anda akan pusing!
Seluruh keluarga sama-sama penting, berusahalah untuk selalu harmonis bersama-sama. Ada begitu banyak anggota keluarga, ada kakek, nenek, hingga saudara. Karenanya kita menyebutnya sebagai kaki seribu.
Walaupun kaki seribu tapi berjalan ke arah yang sama. Mereka saja yang hewan yang lebih rendah dari manusia bisa berjalan ke arah yang sama dengan harmonis, tapi bagaimana dengan kita? Orangtua, mertua, dan menantu semuanya pergi ke arah yang berbeda. Berputar-putar.
Seperti klub sepakbola Liverpool yang datang ke Indonesia, kalau 11 pemain sepakbola bisa bekerjasama dalam sebuah tim, kenapa keluarga tidak bisa? Jadi, jika keluarga Anda ada masalah, mungkin Anda butuh seorang pelatih. Kebetulan Alex Ferguson (mantan pelatih Manchester United –red) sedang menganggur, mungkin bisa menjadi pelatih Anda. Haha..

Bagaimana cara berkompromi dengan orangtua atau ibu mertua yang sering melakukan intervensi terhadap keluarga kita, khususnya di negara-negara Asia, hal ini bisa menjadi penyebab ketidakharmonisan keluarga?
Jika ibu mertua Anda ngomel, suruh ini itu, ingat bahwa sebagai manusia kita memiliki dua telinga. Masuk kuping kiri, keluar kuping kanan. Haha.. Jangan pernah berdebat dengan ibu mertua, dengarkan saja dan bilang, “Iya.. Iya..”
Ada banyak trik yang bisa Anda lakukan, dan salah satunya yang membuat orang mengundang saya kembali untuk tahun depan. Saya tidak bisa berkata tidak karena akan membuat Anda kecewa. Jawaban saya adalah, “Saya akan pikirkan.” Saya memikirkan banyak hal selama 20 tahun ini. Jadi jika ibu mertua Anda meminta Anda sesuatu, maka jawablah, “Nanti saya pikirkan.”
Itu tidak berbohong. Ibu mertua Anda malah akan berpikir, “Menantu saya baik mau dengarkan omongan saya.” Dan Anda tidak perlu melakukan apa pun.

Kadang ada dilema buat kita yang tinggal bersama mertua, apa nasehat Ajahn?
Mungkin kita perlu pasang penyumpal telinga. Haha.. Tapi Anda mungkin bisa menerapkan pendekatan psikologis. Kadang ibu mertua tak ubahnya seperti seorang bos, tapi Anda bisa memanipulasinya.
Waktu pertama kali saya kembali ke Australia, ada bhikkhu satu lagi yang lebih dulu tinggal di vihara. Jadi, saya bhikkhu nomor dua. Dia selalu menyuruh-nyuruh saya, dia seperti “bhikkhu mertua”. Haha.. Begini trik saya untuk menghadapinya.
Saat itu kami sedang membangun monasteri. Saya bilang, “Kenapa kita tidak membangun kuti di sebelah sana?” Bhikkhu kepala menjawab, “Ide yang bodoh. Tak mungkin bisa.” Saya berkata, “Baiklah. Tidak masalah.”
Saya tidak pernah mendebatnya. Karena saya tahu, ketika kita memberi saran, saran tersebut ada dalam benaknya. Ia akan memikirkannya tanpa sadar. Saya tunggu sampai 2 minggu. Ketika dia sudah lupa apa yang saya katakan, saya mengatakannya lagi, “Kenapa tidak membuat kuti di sana?” Dia kembali memberi jawaban sama, “Ide yang bodoh. Tak mungkin bisa.” Saya kembali tidak mendebatnya, “Baiklah. Tidak masalah.”
Trik ini selalu terlihat hasilnya dua minggu berselang. Ketika saya sedang bekerja bersama bhikkhu kepala, dia bilang, “Kenapa kita tidak membuat kuti di situ?” Lalu saya bilang, “Ide yang brilian!” Dia tidak sadar bahwa itu adalah ide saya. Tapi siapa peduli, yang penting cara saya berhasil.
Silahkan Anda coba dengan mertua Anda masing-masing.
Atau coba dulu dengan suami Anda, “Sayang, aku perlu baju baru.” Suami biasanya bilang, “Baju kamu sudah banyak. Ngga perlu beli.” Jangan berargumen. Dua minggu kemudian ketika suami sudah lupa, Anda ingatkan kembali, “Sayang, aku perlu baju baru.” Suami bilang, “Ekonomi sedang sulit, ngga ada uang.” Anda jawab, “Ok sayang.”
Saya garansi trik ini akan sukses. Dua minggu kemudian suami Anda akan bilang, “Sayang, kamu perlu baju baru.” Dan Anda bilang pada suami, “Kamu memang suami yang paling baik.” Begitulah cara menghadapi suami dan mertua.

Kadang istri merasa kesal jika suami terlalu mendengarkan pendapat orangtuanya daripada mendengarkan dirinya.
Para istri biasanya memiliki kekuasaan lebih. Di Australia ada seorang doktor yang mendapat gelar Ph.D. karena tesis berjudul “Bagaimana Melatih Suami Anda?”. Ketika ia mulai menulis tesisnya, ia mempelajari bagaimana cara melatih lumba-lumba. Lumba-lumba adalah hewan yang pintar, bisa melompat, main bola. Penulis tesis ini ingin tahu bagaimana cara melatihnya. Caranya, kalau lumba-lumba melompat lebih tinggi akan diberi lebih banyak ikan. Kalau tidak melompat, tidak diberi hukuman. Kalau melompat satu inci lebih tinggi, dapat satu ikan. Itulah cara melatih lumba-lumba.
Saya membaca tesisnya. Di situ tertulis suaminya sangat menjengkelkan karena setiap pagi selalu bertanya, “Di mana kaos kakiku? Di mana dasiku?” Sang istri merasa sangat terganggu. Kemudian ia pakai metode melatih lumba-lumba tersebut. Jika suami menanyakan kaos kaki atau dasinya, sang istri cuek. Kalau sang suami kebetulan bisa menemukan kaos kaki atau dasinya, sang istri menghentikan aktivitasnya dan menghampiri suaminya, kemudian dipeluk dan bilang, “Kamu pintar, sayang..” Itulah cara si penulis memberikan ‘ikan’.
Beberapa minggu kemudian, sang suami selalu bisa menemukan barang-barangnya. Dan teknik ini berhasil!
Jadi, ketika ibu mertua Anda selalu intervensi, cuek saja! Tapi begitu ibu mertua Anda baik, melakukan apa yang Anda mau, berilah ‘ikan’ (hadiah). Pujilah dia, “Ibu baik sekali.” Kenapa? Karena perdebatan akan selalu berujung kegagalan. Kalau Anda berdebat dengan ibu mertua Anda, dia akan makin besar, makin menyeramkan, dan makin marah.
Dalam ejaan bahasa Inggris, ‘Mother in law’ (ibu mertua) sering dipelesetkan menjadi ‘Woman Hitler’ (Hitler wanita). Haha..
(sumber: http://buddhazine.com/tanya-ajahn-brahm-1-tentang-keluarga/)

Jadikan Dhamma Sebagai Guru


Apa beda orang yang mengenal Dharma dan tidak? “Bagi orang yang belum mengenal Dharma, pikirannya picik yang sering mengarah pada frustrasi, depresi, stres, dan sebagainya. Apa yang dia lakukan dipikirnya menyelesaikan masalah, namun malah memperpanjang masalah,” jelas Bhiksu Nirmana Sasana.
“Tetapi bagi mereka yang mengenal Dharma, walaupun menghadapi masalah yang lebih parah, baik masalah pribadi ataupun keluarga, mereka tidak gampang hanyut dalam kesedihan, kefrustrasian. Justru banyaknya masalah ini membuat mereka bangkit, membuat mereka memiliki tekad untuk memberikan kebahagiaan kepada orang lain,” lanjut Suhu Xue Hua, begitu ia biasa disapa.
Itulah yang ditunjukkan oleh Setia Widjaja. Ditinggal pergi selama-lamanya oleh anak bungsunya yang baru berusia 6 tahun, bukannya membuatnya terpukul, namun justru membuatnya memiliki energi lebih untuk memberi manfaat bagi orang banyak.
Seperti kita tahu, lebih dari setahun lalu, kita dikejutkan oleh sebuah berita anak kecil yang tertabrak mobil di daerah Pluit, Jakarta Utara sewaktu akan pergi les. Anak tersebut adalah Steven Manggala Widjaja, putra bungsu Setia Widjaja. Setelah beberapa bulan dirawat di RS Pluit, nyawa Steven tak tertolong dan menghembuskan nafas terakhir tanggal 23 Desember 2012.
Kepergian Steven yang mendadak tersebut sangat menyakitkan bagi Setia Widjaja dan istrinya Yuliany Kurniawan, dan semua yang menyayanginya. Tetapi Setia Widjaja tidak larut dalam kesedihan.
“Tepat ketika satu tahun kepergian anak kami, Steven Manggala Widjaja, nggak tau bagaimana ada dorongan yang muncul dalam diri saya untuk menulis,” tutur Setia Widjaja.
Dorongan itu akhirnya bertemu jodoh yang tepat ketika ia dan istrinya mengikuti pabajja samanera sementara di Fo Guang Shan, Taiwan pada 21-27 Juli 2013. Ketika itu, sehari sebelum pabajja, mereka berbincang-bincang dengan seorang bhiksu asal Indonesia yang sudah lama menetap di sana, Bhiksu Hui Zhong.
Bhiksu Hui Zhong mengatakan bahwa Master Hsing Yun –pendiri Fo Guang Shan– banyak menulis kaligrafi. Saking banyaknya, tulisan-tulisan tersebut banyak yang menumpuk di gudang. Mendengar itu, dengan bercanda Setia Widjaja bertanya, “Suhu, kalau memang banyak yang tersimpan di gudang, boleh nggak minta satu aja?”
Bhiksu Hui Zhong tidak menjanjikan akan memberinya. Sampai akhirnya setelah Setia Widjaja selesai mengikuti pabajja, Bhiksu Hui Zhong memberinya ‘hadiah’ berupa sebuah tulisan kaligrafi Mandarin bertuliskan ‘Jadikan Dharma Sebagai Guru’. Dan kemudian Setia Widjaja abadikan tulisan tersebut menjadi judul bukunya,Let Dharma Be Your Teacher (Jadikan Dharma Sebagai Gurumu).
Ini adalah buku keenam Setia Widjaja yang kini bekerja sebagai konsultan human resources (HR). Jarak antara buku kelima dan keenam sangat jauh, yaitu 17 tahun.
Buku tersebut diluncurkan pada Sabtu, 22 Maret 2014 lalu di Pusdiklat Buddhis Bodhidharma, Jakarta. Dalam acara peluncuran tersebut diadakan juga Dharmatalk yang dibawakan oleh Bhiksu Nirmana Sasana.
Acara peluncuran buku tersebut berlangsung sederhana. “Pak Setia kalau untuk Dharmatalk bhikkhu mana, suhu mana, vihara mana, dia promosi gede-gedean. Tapi ketika buat dirinya sendiri, bukannya ngga pede, dia nggak mau sok, dia mau lihat sejauh mana orang-orang yang kenal Setia Widjaja (menghadiri acaranya),” ujar Bhiksu Vidya Sasana, kepala Pusdiklat Bodhidharma yang juga ketua BLIA Jakarta.
Acara dimulai dengan persembahan buku oleh Setia Widjaja dan istri kepada orangtuanya. Kemudian dibagikan kepada semua undangan yang hadir. “Hari ini Pak Setia menulis buku Dharma, dan diberikan kepada orangtuanya. Itu adalah suatu bakti yang luar biasa,” ujar Bhiksu Nirmana Sasana yang disambut tepuk tangan.
“Bakti kepada orangtua yang terbaik adalah memberi Dharma,” lanjutnya.
Bahkan, tanpa sungkan, Bhiksu Nirmana Sasana mengungkapkan rasa irinya kepada Setia Widjaja. Menurutnya, ia sudah hampir 20 tahun menjadi anggota Sangha dan sudah banyak memberikan ajaran Buddha kepada banyak orang. “Yang saya iri dengan Pak Setia Widjaja, saya belum sempat memberi Dharma pada orangtua saya sendiri,” ia mengakui.
Bhiksu Nirmana Sasana kemudian mengutip kata-kata orang zaman dulu, “Menolong orang lain gampang, tapi menolong keluarga sendiri sulit.” Sebuah ironi yang memang banyak terjadi. Ia kemudian memberi contoh. Sering ketika kita menerima telepon, entah dari atasan, teman, rekan kerja, atau bahkan orang yang tak kita kenal, kita menerimanya dengan penuh sopan santun. Tapi ironisnya begitu orangtua, keluarga, saudara, atau suami/istri yang menelepon, kita sering menerimanya dengan terburu-buru dengan berdalih sedang sibuk. Betul?
20140326 Jadikan Dharma Sebagai Guru_2
Buku Let Dharma Be Your Teacher juga bercerita tentang pengalaman spiritualnya mengikuti pabajja samanera. Selain itu juga terdapat sebuah bab yang berisi tentang belajar dari para tokoh Buddhis, yaitu Somdet Phra Nyanasamvara, Master Hsuan Hua, Master Hsing Yun, Bhikkhu Maha Ghosananda, Dalai Lama, Master Hui Hai, Bhiksu Vidya Sasana, dan Bhiksuni Guna Sasana.
Inspirasi dari para tokoh Buddhis tersebut diibaratkan oleh Bhikkhu Khanit Sannano yang juga hadir pada acara tersebut, sebagai obat. “Pak Setia Widjaja seperti mengambil obat dari para bhikkhu, suhu untuk diberikan kepada kita. Kita yang harus meminumnya sendiri,” ujarnya.
Ia menyebut, apa yang dilakukan Setia Widjaja ibarat memasang pelampung bagi dirinya. “Siapa pun yang berbuat baik seperti pasang pelampung dalam diri, akan susah tenggelam. Walaupun tenggelam, akan muncul lagi,” ujar Bhikkhu Khanit.
Dalam acara tersebut Setia Widjaja juga bercerita tentang tekadnya untuk mengajak orang sebanyak mungkin mengikuti pabajja samanera di Fo Guang Shan. “Saya bermimpi semoga ada 1250 orang yang berjodoh bisa mengikuti pabajja di Fo Guang Shan. Kalau 10% dari 1250 orang itu bisa lanjut jadi suhu di Fo Guang Shan, kemudian pulang ke vihara masing-masing, saya yakin cahaya Dharma akan semakin terang di Indonesia,” ujarnya yakin.
Ia menekankan, yang pertama harus ditumbuhkan adalah tekad untuk ikut. Karena jika kemudian ada kendala, pasti akan selalu ada jalan untuk mengatasinya.
(sumber: http://buddhazine.com/jadikan-dharma-sebagai-guru/)

Bagaimana Meditasi Kesadaran Bisa Meningkatkan Bisnis?



Salah satu metode untuk menjadi bahagia yang berkembang paling cepat di dunia, terutama di Barat, adalah meditasi kesadaran. Meditasi ini telah dipraktekkan oleh ratusan generasi dalam sejarah manusia, tapi masih terbatas pada agama-agama tertentu, terutama agama Buddha. Namun, penelitian terbaru menunjukkan bahwa praktek meditasi kesadaran meraih popularitas tinggi di kalangan orang-orang non religius, tak terkecuali para elit bisnis.
Popularitasnya saat ini dan di masa lalu membuktikan bahwa praktek ini memang mendukung produktivitas dalam aktivitas sehari-hari. Penelitian dan laporan terbaru menunjukkan bahwa meditasi kesadaran tidak hanya membantu orang dalam mengurangi stres dan menjadi bahagia, tetapi juga dalam pengambilan keputusan, yang merupakan faktor penting dalam dunia bisnis. Sebagai contoh, seperti dilaporkan oleh PsychCentral bahwa para peneliti dari INSEAD dan The Wharton School menemukan bahwa meditasi pernapasan 15 menit dapat membantu orang meningkatkan kemampuan dalam mengambil keputusan.
Dalam perkembangan terbaru, meditasi kesadaran di Barat telah meraih popularitas tinggi di kalangan elit bisnis. “Meditasi dan kesadaran (mindfulness) adalah kegemaran baru di Silicon Valley. Dan itu bukan hanya tentang kedamaian batin –ini tentang melangkah maju,” tulis Noah Shachtman dari majalah Wired. Almarhum Steve Jobs, mantan CEO Apple, dilaporkan mempraktikkan Buddhisme Zen dimana meditasi kesadaran adalah ajaran mendasar. Saat ini, Apple adalah salah satu produsen komputer dan ponsel terbesar dan paling mahal di dunia, dan merupakan sebuah bisnis multinasional.
Menurut Noah Shachtman, lebih dari 1000 karyawan Google, mesin pencari internet terbesar di dunia, telah terdaftar di sebuah kursus internal yang bernama ‘Search Inside Yourself’, sebuah kursus meditasi kesadaran. Dan lebih banyak lagi karyawan perusahaan tersebut yang dilaporkan berada di daftar tunggu untuk mengikuti kursus ini. Kursus ini diperkenalkan setelah kunjungan Master Zen Thich Nhat Hanh pada tahun 2011. Guru Buddhis terkemuka seperti Thich Nhat Hanh, Ajahn Brahm, dan Dalai Lama adalah beberapa tokoh berpengaruh untuk perubahan tersebut di Barat, termasuk di kalangan bisnis.
BJ Gallagher, kontributor harian Huffington Post melaporkan, “The Drucker School of Management di Claremont Graduate University menawarkan sebuah kelas yang bernama ‘Executive Mind’ karena ‘semua penelitian mendukung gagasan bahwa kesadaran –memperhatikan apa yang terjadi pada saat ini– sangat penting untuk membentuk seorang pemimpin yang efektif. Laporan ini menunjukkan bahwa bisnis dan kesadaran dapat memberikan hasil yang sangat bermanfaat dan positif dalam dunia bisnis, yang pada akhirnya akan membawa pada kebebasan ekonomi dari krisis keuangan saat ini’.” (buddhistdoor)
(sumber: http://buddhazine.com/bagaimana-meditasi-kesadaran-bisa-meningkatkan-bisnis/)