Rabu, 27 Juni 2012
PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA
PESAN WAISAK 2556 BE TAHUN 2012 SANGHA AGUNG INDONESIA
GENTA WAISAK MELANTUNKAN SEMANGAT MAWAS DIRI
DAN HIDUP HARMONI
Namo Sanghyang di Buddhaya
Namo Buddhaya, Bodhisattvāya-Mahasattvāya
Setiap bulan Waisak umat Buddha Indonesia dan seluruh dunia merayakan Tri Suci Waisak.Peringatan Waisak ditujukan untuk mengenang tiga peristiwa penting yang terjadi dalam kehidupan guru Agung Buddha Gautama. Secara historis tercatat bahwa pada tahun 623 sebelum masehi di Taman Lumbini Pangeran Sidharta Gautama lahir, tahun 588 sebelum Masehi di Buddhagaya petapa SidhartaGautama mencapai pencerahan sempurna atau ke-Buddha-an, kemudian tahun 543 sebelum masehi Beliau wafat di hutan Sala milik suku Malla, di Kusinara.
Ketiga peristiwa tersebut merupakan peristiwa biasa dan tidak ada yang istimewa, namun apabila kita renungkan secara lebih mendalam akan mendapatkan mutiara-mutiara kemanusiaan universal yang tak terbatas. Buddha Gautama mampu menggunakan waktu hidup dengan sempurna, terdorong oleh semangat altruistik berupa dorongan kasih terhadap derita makhluk-makhluk dan derita kerusakan dunia. Beliau mengorbankan karier dan kemewahan duniawi yang cemerlang dengan memilih hidup sederhana,mengoptimalkan potensi diri dengan praktek langsung menuju jalan pembebasan. Beliau tidak pernah berhenti berkarya, berbagi, mengajar, hingga akhir hidup-Nya. Melalui bimbingan yang dilakukan dengan penuh kasih dan kebijaksanaan, tak terhitung jumlahnya makhluk yang mengalami transformasidari hidup gelap menuju kecerahan, dan kebahagiaan, serta pembebasan. Terinspirasi oleh Dharma ajaran Buddha, banyak peradaban luhur yang muncul, berkembang di seluruh dunia sampai sekarang baik yang bergerak di bidang kemanusiaan, penyelamatan lingkungan, seni dan budaya, maupun ilmu pengatahuan. Kesemuanya menekankan pada dua aspek utama ajaran Buddha yakni kasih atau kepedulian dan kebijaksanaan.
Pencapaian Buddha bukanlah suatu kebetulan, atau sebuah misteri sehingga hanya pribadi Sidharta yang mampu mencapainya. Buddha berarti insan yang talah bangkit, mengetahui, dan memahami. Kapasitas untuk menjadi bangkit, memahami, dan mengasihi merupakan hakekat Kebuddhaan. Beberapa teksMahāsatipaţţhāna Sutta kitab suci agama Buddha dijelaskan bahwa seseorang yang mampu mendisiplinkan diri, menata moralitas, mengoptimalkan potensi mental dengan cara benar akan mampu mengalami kebahagiaan dari pencerahan. Teks klasik memberikan harapan yang jelas apabila kita berlatih dengan cara benar, memelihara perhatian penuh (eling) mengikuti metodeseperti yang telah dipraktekkan Sidharta Gautama, dalam periode waktu tertentu manusia akan mengalami kebahagiaan tertinggi dari pencerahan. Cara berlatihnya dengan menggunakan perangkat indera, tubuh, dan batin yang dimiliki manusia, sangat manusiawi dan jauh dari jebakan spekulatif.
Buddha memandang potensi manusia secara positif disamping secara realistis memberikan rambu-rambu pentingnya keterampilan dalam menghadapi hidup yang kaya dengan tantangan. Bahkan kelahiran sebagai manusia dianggap sebagai sebuah keberuntungan yang sangat istimewa. Dalam teks Maha Bodhipatha Krama atau yang lebih dikenal sebagai Lamrin Chenmo karya Atisa Dipańkarasrijnana dinyatakan bahwa: ”dengan tubuh manusia, seseorang mengembangkan benih Buddha (bodhicitta), merupakan dasar jalan menuju keadaan pencerahan, terlahir sebagai manusia adalah sebuah keberuntungan besar sehingga harus dipergunakan dengan sebaik-baiknya” Senada dengan hal tersebut, teks Garbhavakranti Sutra menyatakan bahwa: ”walaupun mahkluk telah terlahir sebagai manusia yang tentu akan menghadapi berbagai permasalahan hidup, ia tetaplah memiliki kondisi terbaik dan beruntung”. Cara memanfaatkan hidup sebagai manusia adalah titik sentral yang sangat banyak dibahas dalam ajaran Buddha. Potensi manusia dapat dioptimalkan melalui berbagai pendekatan latihan mawas diri secara pribadi maupun latihan berkelompok.
Mengikuti jalan Buddha bukanlah jalan yang pasrah, menyerahkan diri kepada sesuatu yang Adi Kodrati sembari berharap bahwa segala sesuatunya akan beres dengan sedirinya. Jalan Buddha adalah jalan berlatih, berkontribusi, bukan jalan berpasrah, dan yang dibutuhkan adalah pemahaman danpengertian yang benar mengenai latihan. Buddha sangat mengharapkan para siswa untuk berlatih dengan rajin, dalam teks Dhammadayada Sutta Buddha menasehati para siswa agar menjadi manusia pembelajar agar bisa menjadi pewaris kebenaran DharmaNya bukan menjadi pewaris materi. Menjadi pewariskebenaran akan jauh lebih berharga daripada pewaris apapun. Latihan yang ditekankan oleh Buddha adalah latihan perhatian atau sadar penuh terhadap keberlangsungan batin dan jasmani atau latihan mawas diri dan latihan kasih atau hidup harmoni. Sesungguhnya hidup harmoni dengan sesama dan dengan alam semesta membutuhkan latihan mawas diri. Latihan mawas diri adalah gerbang menuju pemahaman jernih bahwa alam semesta dengan segala isinya memiliki hubungan erat dan saling membutuhkan. Sesuatu yang disebut pribadi atau diri manusia menurut ajaran Buddha sesungguhnya terbuat dari elemen-elemen bukan diri, bahkan jiwa dalam agama Buddha dipandang sebagai kumpulan agregat semata. Kebenaran ini akan terlihat dengan sangat jelas manakala berlatih mawas diri secara intensif. Latihan merenungkan makananyang kita makan, pakaian, dan berbagai fasilitas lain yang dipergunakan merupakan buah karya alam dan melibatkan manusia tak terhitung banyaknnya. Tidak ada manusia yang mampu hidup sendiri, hal inimembuktikan kebenaran Buddha bahwa segala sesuatu saling terkait, apa yang disebut diri sesungguhnya tidak ada karena hanya ciptaan kumpulan bukan diri. Pengertian mendalam ini menghantarkan manusia pada pemahaman kesalingterkaitan sehingga dengan sendirinya akan menghargai sesama dan alam semesta.
Dalam konteks kehidupan nyata berbangsa dan bernegara dewasa ini, mawas diri dan hidup harmoni menjadi semakin relevan. Indonesia sebagai sebuah mozaik kehidupan yang jamak dengan kekayaan suku, agama, ras, budaya sangat membutuhkan ajaran mawas diri dan hidup harmoni. Segenap umat Buddha Indonesia selayaknya mendedikasikan diri untuk mempraktekkan jalan ini dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Realitas historis menceritakan bahwa terinspirasi oleh ajaran ini, secara kreatif cendekiawan Buddhis Nusantara di abad 14, M’pu Tantular telah menulis risalah Kakawin Sutasoma yang menceritakan intisari kesunyataan melalui perjalanan hidupBodhisattva Sutasoma. Karya agung ini menjadi sangat terkenal karena didalamnya termuat gagasan luhur dalam seloka “mangkāng jinatwa lawan śiwatatwa tunggal , bhīnnêka tunggal ika, tan hana dharma mangrwa”. KataBhinneka Tunggal Ika diadopsi, dijadikan sebagai jangkar pemersatu bangsa Indonesia sampai sekarang. Ini merupakan contoh luhur nenek moyang kita yang memahami ajaran Buddha secara kreatif, menggali nilai-nilainya bukan hanya menerima teks kitab suci secara pasif. Contoh inspiratif fenomenallainnya muncul di India, terinspirasi oleh keluhuran ajaran Buddha tentang pentingya sikap mawas diri dan keharmonisan hidup, penguasa kekaisaran Maurya bernama Raja Asoka yang kejam merubah perilaku menjadi penuh cinta kasih sesuai dharma sehingga dikenal sebagai raja yang bajik.
Meskipun Buddha telah meninggalkan urusan duniawi, tetapi tetap memberikan nasehat tentang pemerintahan yang baik. Buddha mendorong semangat konsultasi dan proses demokrasi, pendekatannya adalah moralitas dan menggunakan kekuasaan rakyat secara bertanggung jawab. Buddha mendiskusikan pentingnya dan prasyarat pemerintahan yang baik. Beliau menunjukkan bagaimana negara dapat menjadi korup, memburuk, dan tidak bahagia jika kepala pemerintahan korup dan tidak adil. Beliau berbicaramenentang korupsi dan bagaimana pemerintah harus bertindak berdasarkan prinsip kemanusiaan. Buddha menjelaskan dalam kitab Ańgutara Nikāya : ”jika penguasa suatu negara adil dan baik, para menteri menjadi adil dan baik; jika para menteri adil dan baik, para pejabat tinggi adil dan baik; jika para pejabat.tinggi adil dan baik, para bawahan menjadi adil dan baik; jika para bawahan adil dan baik, rakyat menjadi adil dan baik.
Dalam Cakkavattī Sīhanāda Sutta Buddha berkata bahwa pelanggaran susila dan kejahatan, seperti pencurian, penipuan, kekerasan, kebencian, kekejaman, dapat muncul dari kemelaratan. Para raja dan pemerintah mungkin mencoba untuk menekan kejahatan melalui hukuman, tetapi memberantas kejahatan dengan kekerasan adalah sia-sia. Buddha menyarankan (dalam Kuţadanta sutta) pengembangan ekonomi sebagai pengganti kekerasan untuk mengurangi kejahatan. Pemerintah harus mengatur sumberdaya negara untuk memperbaiki kondisi ekonomi negara tersebut. Hal ini dapat dimulai dengan pengembangan pertanian dan pedesaan, menyediakan bantuan finansial kepada pengusaha,menyediakan gaji yang memadai kepada pekerja untuk mempertahankan hidup layak dengan martabat manusia.
Disamping itu setiap permasalahan di dunia haruslah diselesaikan dengan metode pengertian yang benar. Kita hendaknya tidak terus-menerus menyelesaikannya dengan cara ekonomi, perang, ataupun politik seperti yang telah dilakukan di seluruh dunia, karena itu justru memperumit masalah danmenciptakan lingkaran setan. Saling memberi Dharma bahkan selama krisis ataupun konflik adalah usaha yang sesuai dengan situasi dunia sekarang. Jangan menghabiskan waktu lagi untuk bertukar budaya yang mendukung kekotoran batin dan keegoisan. Kita dapat mempromosikan dan membuat ribuan atau jutaan orang siap untuk mati. Tetapi mengapa kita tidak bisa mempromosi untuk menghentikan mereka dari saling membunuh satu sama lain?Sosialisme Dharma adalah intisari Dharma Buddha dan semua agama, meskipun terlewatkan oleh setiap orang. Ini tersirat dalam kehidupan di komunitas yang luhur, mencari keuntungan bagi kaum pengusaha dan bekerja bersama-sama, serta semua makhluk termasuk hewan, dan bahkan tanaman, dengan menegakkan prinsip paling mendasar bahwa kita semua adalah saudara dalamkelahiran, menjadi tua, sakit, dan mati. Pikiran kita sendiri dan penyalahgunaannya adalah musuh kita yang sesungguhnya. Buatlah pikiran anda menjadi pelayan anda daripada menjadi majikan anda. Mencari jalan untuk menghentikan keinginan dan pengharapan. Hiduplah sesuai dengan penuh kesadaran (mawas diri) dan kebijaksanaan, jangan hidup dengan penuh pengharapan-pengharapan. Umat Buddha hendaknya tidak terganggu bahkan oleh sakit kepala, tinggalkan gangguan kegelisahan dan penyakit mental. Hal ini memungkinkan dengan bertumpu pada prinsip Dharma ajaran Buddha yang mengatakan tathata , artinya 'seperti inilah' atau sesuatu sebagaimana adanya. Inilah fakta alami bahwa segala sesuatu terjadi menurut sebab dan kondisinya, dan menerimanya tanpa ada rasa aneh ataupun terkejut tentangnya.
Akhirnya, marilah kita internalisasikan genta waisak atau hari Buddha ini dalam kehidupan sehari-hari secara nyata dengan semangat mawas diri, dan hidup harmoni dengan sesama manusia, serta alam sekitar. Selamat Waisak 2556 BE, semoga semua makhluk berbahagia bebas dari penderitaan.
Jakarta, 09 April 2012
Maitricittena,
Mahathera Nyanasuryanadi
Ketua Umum
http://www.buddhayana.or.id/berita.php?Lang=Ind&ID=103
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar